Pola tanam padi tidak serentak di Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) tampaknya sulit diatasi, buktinya dinamika yang kurang menguntungkan petani ini masih terus terjadi hingga saat ini. Seperti di Paindoan Kecamatan Balige. Disatu hamparan lahan pertanian, tanaman padi warga masyarakat terlihat jelas masih berbeda pola tanam. Buktinya ada yang hanya menunggu dipanen, ada juga masih baru ditanami.
T boru Hutagaol (56), salah seorang warga Desa Paindoan, kebetulan melintas hendak menghadiri pesta pernikahan di desa itu kepada bloger ini Senin (12/9) menyebutkan, pola tanam tidak serentak seperti itu sudah berlangsung beberapa tahun. Walaupun dampak dari pola ini sudah dirasakan, dalam arti hasil panen yang didapat tidak maksimal seperti dulu, warga tetap juga saling mendahului.
“sebenarnya sebelum merendam benih, warga yang memiliki lahan berdampingan sudah berkomunikasi satu sama lain, tentang jenis benih yang hendak ditanam, maksudnya supaya sama-sama menyemaikan dan menanam. Dan biasanya dengan komunikasi ini ada kesepakatan, tetapi begitu waktunya tiba, ada diantara warga tidak menepatinya, sehingga yang sudah duluan menyemaikan, karena tidak mau bibitnya berumur akhirnya mendahului penanaman. Dan hasilnya seperti inilah, ada yang mau panen, ada yang baru 2 minggu menanam dan tentu hal ini merugikan petani sendiri,” ujarnya.
Untuk mengatasi hal ini, lanjut boru Hutagaol, Kepala Desa, Camat dan instansi terkait harus campur tangan, dengan melakukan sosialisasi terhadap minimal dua orang warga dari setiap dusun sebagai perpanjangan tangan menyebarkan informasi. “bila perlu dibentuk suatu peraturan daerah atau desa yang menegaskan masyarakat petani supaya mengikuti pola tanam serentak,” ujarnya sembari menyakini bila tidak demikian, pola tanam tidak serentak akan sulit kembali kepada pola tanam serentak seperti dulu.
Pardamean Simangunsong warga Desa Lumban Bulbul Kecamatan Balige juga mengakui hal yang sama, bahwa pola tanam tidak serentak juga terjadi di desa mereka. Walaupun sebelum menyemaikan benih, sesama warga sudah komunikasi agar serentak menanam, tetap juga ada yang belakangan.
“kita tidak tahu kenapa demikian, tetapi saya nyakin pasti ada solusinya. Persoalannya sekarang solusi mengatasi ini kita harus memulai dari mana, supaya hama tikus dan burung silopak yang selama ini merusak dan memakan padi dari lahan yang satu ke lahan yang lain tidak lagi terjadi, dan petani bisa menuai hasil panenya lebih baik dari sekarang,” kata Pardamean sembari meminta instansi terkait segera turun tangan melakukan sosialisasi kepada masyarakat melalui rapat kecamatan, dengan meminta utusan setiap desa, melalui media dan bila memungkinkan melalui gereja.
Menurut pantauan bloger di beberapa desa, selain di Kecamatan Balige, pola tanam tidak serentak ini juga terjadi disejumlah desa di kecamatan lainnya di Kabupaten Samosir diantaranya di Kecamatan Laguboti dan Kecamatan Porsea. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar